Prasasti Batu Tulis Bogor
Batu bertulis ini dibuat semasa pemerintahan Surawisesa (tahun 1521 s/d 1535) satu diantara putra dari Prabu Siliwangi Raja Pajajaran. Di komplek Batutulis 54 terdapat 15 buah batu terasit yang terdiri dari 6 buah batu didalam Cungkup, 2 buah diserambi dan 6 buah di halaman.
Prasasti Batutulis terletak di Jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Kompleks Prasasti Batutulis memiliki luas 17 x 15 meter. Prasasti Batutulis dianggap terletak di situs ibu kota Pajajaran dan masih in situ, yakni masih terletak di lokasi aslinya dan menjadi nama desa lokasi situs ini.Batu Prasasti dan benda-benda lain peninggalan Kerajaan Sunda terdapat dalam komplek ini. Pada batu ini berukir kalimat-kalimat dalam bahasa dan aksara Sunda Kuno.
Batu bertulis ini dibuat pada masa pemerintahan Surawisesa (1521 - 1535) satu diantara putra dari Prabu siliwangi raja pajajaran. Di dalamnya terdapat 15 buah batu terasit yang terdiri dari 6 buah batu di dalam bangunan cungkup, 2 buah di serambi dan 6 buah di halaman. Prasasti ini berlokasi di Jl. Batutulis No. 54
Pernahkan anda mengunjungi situs Prasasti Batu Tulis di Bogor? Situs yang terletak di desa Batu Tulis, Sukasari Bogor merupakan peninggalan Kerajaan Pajajaran. Prasasti dibuat pada tahun 1533M (1455 Saka) oleh Raja Surawisesa (1521-1535M) yang merupakan penerus Kerajaan Padjajaran. Tujuan pembuatan prasasti ini adalah untuk mengenang kebesaran ayahandanya, yaitu Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal sebagai Prabu Siliwangi yang memerintah Kerajaan Padjajaran tahun 1482-1521M atau 1404-1443 Saka.
Komplek Prasasti Batu tulis memiliki luas 17X15 m. Batu Prasasti berupa sebuah batu trasit berwarna hitam, berbentuk kerucut dengan puncak terpancung dan kakinya berlekuk-Iekuk. Ukuran tinggi 151 cm, lebar bagian dasar 145 cm, dan tebalnya antara 12 – 14 cm. Pada batu ini berukir kalimat-kalimat dengan huruf Sunda kawi. Besar aksara itu sendiri kurang lebih 3 x 3 cm, berwarna keputihan.
Kalimat prasasti berbunyi:
Wangna pun ini sakakala,
prebu ratu purane pun, diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana di wastu
diya wingaran sri baduga maharaja ratu hajj di pakwan pajajaran seri sang ratu
dewata pun ya nu nyusuk na pakwan diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida
mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida
mokta ka nusalarang, ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan
samida, nyiyanl sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca
pandawa e(m) ban bumi 00.
Artinya :
Semoga selamat, ini tanda
peringatan (untuk) Prabu Ratu almarhum Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru
Dewataprana, dinobatkan (Iagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di
Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan)
Pakuan.
Dia putera Rahiyang Dewa Niskala
yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kencana yang
dipusarakan ke Nusa Larang. Dialah yang membuat tanda peringatan berupa
gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga
Rena Mahawijaya (dibuat) dalam Saka 1455.
Di komplek
Prasasti juga dijumpai antara lain Batu Tapak (bekas telapak kaki Prabu
Surawisesa), meja batu bekas tempat sesajen pada setiap perayaan, batu bekas
sandaran tahta bagi raja yang dilantik, batu lingga dan lima buah tonggak batu
yang merupakan punakawan (pengiring-penjaga-emban) dari batu lingga. Batu lingga
ini adalah bekas tongkat pusaka kerajaan Pajajaran yang melambangkan kesuburan
dan kekuatan. Sekitar 200 meter dari komplek Prasasti, yaitu di daerah Panaisan
yang merupakan bekas alun-alun kerajaan Pajajaran juga dapat ditemui 4 buah
area batu.
Keempat area
tersebut adalah patung Purwakali, Gelak Nyawang, Kidang Pinanjung dan Layung
Jambul yang kanan masing-masing adalah Mahaguru, pengawal, dan pengasuh Prabu
Siliwangi. Sayangnya sekarang patung batu ini sudah tiada kepalanya. Dicuri
orang yang tidak menghargai warisan budaya bangsa.
Kekuatan dan
keagungan Prabu Siliwangi dipercaya bersemayam di dalam Batu Tulis sehingga
memberikan perlindungan pada negara dari serangan musuh dan memberi kekuatan
pada Raja yang memerintah. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan batin Prabu
Siliwangi bersama para raja-raja terdahulu yang terus menaungi dan melindungi
kerajaan dengan energi cinta dan kasih.
Sayangnya hal
ini dianggap sebagai suatu pemahaman dalam bentuk fisik di zaman sekarang. Yang
seharusnya Prasasti Batu Tulis merupakan warisan budaya dan sejarah bangsa,
malah dibongkar dan digali-gali dengan alasan mencari harta karun yang
tersimpan di bawah prasasti. Bahkan ada yang dengan sengaja ingin menguasai
untuk suatu kepentingan kelompok tanpa mengerti sebab dan akibatnya.
Ironis sekali hal ini dapat terjadi. Sebuah kenyataan bahwa anak bangsa
tak bisa menghargai warisan leluhur bangsanya sendiri. Jika kita sadari bahwa
tingginya nilai budaya suatu bangsa karena benar-benar menghargai sejarah dan
budaya bangsa itu sendiri.
Padahal makna
tersirat dari prasasti Batu tulis yang sebenarnya adalah merupakan ‘harta
karun’ peninggalan Kerajaan Padjajaran yaitu sebuah ‘pengajaran luhur’ dari
Prabu Siliwangi tentang sifat dan karakter : Silih Asih – Asah – Asuh. Saling
mengasihi atau mencintai, saling mengasah dengan aktif berdiskusi bertukar
pikir, dan saling mengasuh mengisi dalam kehidupan. Inilah yang seharusnya
dipahami dan dilakukan sebagai anak bangsa yang sesungguhnya.
Perbedaan
Batu Tulis, Petilasan Dan Makam
Beberapa
peninggalan sejarah dan budaya Nusantara berupa batu bertulis, situs-situs
petilasan dan makam. Penulis mencoba memberikan penjelasan dan perbedaan ketiga
peninggalan tersebut agar memperdalam wawasan kita. Berikut merupakan perbedaan
dari batu bertulis, situs petilasan dan makam :
Batu Bertulis.
Merupakan
peninggalan kerajaan-kerajaan kuno ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Di
Nusantara, kebanyakan batu-batu ini dibuat pada masing-masing zaman kerajaan.
Batu diambil dari batu kali yang besar dan kokoh (agar awet tak lekang
perubahan zaman) dan ditulis mengenai kejayaan dan kebesaran raja atau
kerajaan. Contoh :
- Prasasti Batu Tulis Bogor. Dahulu wilayah batu tulis merupakan pusat kerajaan Padjajaran. Dibuat oleh Prabu Surawisesa untuk mengenang kejayaan ayahandanya Prabu Siliwangi dan kebesaran kerajaan Padjajaran
- Batu Tulis Ciarunteun, Ciampea, Bogor. Yang menuliskan kebesaran Raja Purnawarman dengan kerajaannya Tarumanegara.
Situs petilasan
Merupakan
tanda dimana leluhur-leluhur besar bangsa ini pernah menginjakkan kaki dan
mendapat makna atau pengetahuan luhur di wilayah tersebut. Beberapa bentuk
situs petilasan :
- Lingga-Yoni.
Lingga merupakan batu panjang
seperti huruf Alif, dipancang tegak di suatu wilayah. Lingga berarti makna
kebenaran sejati, jalan lurus, yang telah dimaknai oleh leluhur yang
memancangnya. Terkadang di wilayah Lingga, juga terdapat Yoni. Lingga-Yoni
merupakan makna keseimbangan langit dan bumi. Keselarasan feminim dan maskulin.
Contoh:
Lingga-Yoni terdapat di wilayah Batu
Tulis Bogor dan Candi Sukuh di G.Lawu.
- Batu kecil yang dipancang sederhana, disebut juga sebagai situs petilasan.
Hening, meditasi, mengenal diri
merupakan hal biasa dilakukan sejak turun – temurun manusia di bumi Nusantara.
Di suatu wilayah yang leluhur-leluhur bangsa ini mendapatkan makna atau
pengetahuan hasil dari heningnya, kemudian mereka menandai dengan batu
sederhana.
Perlu diketahui bahwa situs
petilasan bukanlah makam. Karena sekarang sering ditemui banyaknya situs
petilasan yang dibenahi, namun dengan di rubah bentuk seperti makam/tempat
orang dikubur.
Ada juga petilasan yang berbentuk
patung-patung batu. Merupakan simbol dari leluhur itu sendiri.
Karena situs petilasan sejak dahulu
merupakan tempat meditasi atau hening, maka sampai sekarang fungsinya masih
dijalankan.
Makam
Makam baru
ditemui pada zaman kerajaan modern. Makam merupakan tempat dikuburkannya
seseorang yang telah meninggal dunia. Pemakaman yang telah ratusan tahun,
biasanya banyak yang berziarah. Contoh:
Penutup
Sebagai anak
bangsa, dalam melanjutkan langkah-langkah kaki di bumi ini, kita tidak dapat
meninggalkan sejarah dan budaya luhur bangsa yang besar ini begitu saja. Agar
kita dapat memetik pelajaran dan makna selama kita masih bernafas.
Semua mahluk diberi petunjuk
hidup. Semua mahluk berbahagia. Amin.
Prasasti Batutulis
Prasasti Batutulis terletak di Jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
Kompleks Prasasti Batutulis memiliki luas 17 x 15 meter. Prasasti Batutulis
dianggap terletak di situs ibu kota Pajajaran
dan masih in situ, yakni masih terletak di lokasi aslinya dan menjadi
nama desa lokasi situs ini.]
Batu Prasasti
dan benda-benda lain peninggalan Kerajaan
Sunda terdapat dalam komplek ini. Pada batu ini berukir
kalimat-kalimat dalam bahasa dan aksara Sunda
Kuno. Prasasti ini berangka tahun 1455 Saka (1533 Masehi).
Isi Prasasti
- Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
- diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
- di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
- pun ya nu nyusuk na pakwan
- diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
- ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi
Terjemahan
Terjemahan bebasnya kira-kira
sebagai berikut.
- Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum
- Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana,
- dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
- Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.
- Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
- Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka "Panca Pandawa Mengemban Bumi"
Catatan kaki
Indonesian
palaeography: a history of writing in, Volume 4, Issue 1 By J. G. de Casparis
Lokasi hutan samida ini konon yang
sekarang dipakai sebagai Kebun Raya Bogor.
Ini adalah sangkala yang artinya
adalah 5 5 4 1 atau kalau dibalik adalah 1455 Saka (1533 Masehi)--
Entah sudah
berapa puluh kali saya melewati jalan batutulis, tapi masih saja nggak
"ngeh" (sadar) bahwa didaerah situ terdapat prasasti yang sudah
berumur ribuan tahun peninggalan kerajaan Tarumanegara. Tentu bukan salah saya
100% karena meskipun lokasinya tepat ditepi jalan batutulis, susah dikenali
atau dibedakan dengan bangunan pertokoan atau rumah penduduk. Malah sepintas
mirip dengan kantor kelurahan atau kantor pemerintahan sejenis lainnya.
Terlebih lagi daerah tersebut boleh dibilang padat arus lalu-lintasnya sehingga
mata pengemudi akan cenderung mengamati jalan raya, waspada bila tiba-tiba saja
ada angkutan umum yang dengan santai memotong jalan atau berhenti mendadak.
Berada dalam sebuah bangunan ukuran
+/- 5x5 meter, yang dipagari besi dan tanaman pada sisi dalamnya, praktis
lokasi ini sama sekali tidak menarik perhatian atau mengisyaratkan ada benda
istimewa didalamnya. Papan wisata yang adapun dipasang sejajar dengan badan
jalan sehingga agak susah dibaca kecuali benar-benar tepat berada
didepan/diseberang jalan.
Prasasti
batutulis memang merupakan bagian sejarah dari kota bogor. Terletak di
kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor, dulunya lokasi
ini ribuan tahun yang lalu berada ditempat yang hening, sepi dan berkabut.
Bahkan bagi penduduk setempat dipercaya sebagai tempat sarang harimau yang
kemudian menumbuhkan khayalan adanya hubungan antara kerajaan Pajajaran yang
sirna dengan harimau. Scipio, seorang ekspedisi Belanda yang ditugaskan untuk
membuka daerah pedalaman jakarta, melukiskan betapa hormat dan khidmatnya
mereka (orang pribumi dalam rombongan ekspedisi), menghadapi situs Batutulis
sampai mereka berani melarang Scipio yang merupakan pimpinannya menginjakkan
kaki kedalamnya karena ia bukan orang Islam, jelas sekali mereka menganggap
tempat itu "keramat", karena disitu, menurut mereka, terletak tahta
atau singgasana raja Pajajaran. Dengan keyakinan seperti itu, bila pada saat
mereka pertama kali menemukan tempat tersebut lalu melihat seekor atau beberapa
ekor harimau keluar dari dalamnya, mereka tidak akan menganggapnya sebagai
hewan biasa.
Menurut catatan sejarah,
prasasti itu dibangun tahun 1533 oleh Prabu Surawisesa, sebagai peringatan
terhadap ayahandanya, Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran. Prabu Siliwangi
memerintah pada 1482 - 1521. Raja sakti mandraguna itu dinobatkan dengan gelar
Prabu Guru Dewata Prana, lalu bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan
Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Di kompleks itu terdapat 15
peninggalan berbentuk terasit, batu yang terdapat di sepanjang Sungai Cisadane.
Ada enam batu di dalam cungkup, satu di luar teras cungkup, dua di serambi dan
enam di halaman. Satu batu bercap alas kaki, satu batu bercap lutut, dan satu
batu besar lebar yang berisi tulisan Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Konon prasasti
batutulis itu dibuat oleh Prabu Surawisesa sebagai bentuk penyelasannya karena
ia tidak mampu memepertahankan keutuhan wilayah Pakuan Pajajaran yang
dimanatkan padanya, akibat kalah perang dengan kerajaan Cirebon.
Perang Pakuan-Pajajaran
berlangsung selama 5 tahun. Cirebon yang didukung kerajaan Demak berhasil
mengalahkan kerajaan Pakuan setelah pasukan meriam Demak datang membantu tepat
pada saat pasukan Cirebon mulai terdesak mundur. Laskar Galuh (Pakuan) tidak
berdaya menghadapi "panah besi yang besar, menyemburkan kukus ireng,
bersuara seperti guntur dan memuntahkan logam panas". Tombak dan anak
panah mereka lumpuh karena meriam sehingga jatuhlah Galuh diikuti dua tahun
kemudian dengan jatuhnya pula kerajaan Talaga, benteng terakhir kerajaan Galuh.
Disebelah prasasti itu terdapat
sebuah batu panjang dan bulat sama tingginya dengan batu prasasti. Batu panjang
dan bulat (lingga batu) ini mewakili sosok Sri Baduga Maharaja sedangkan
prasasti itu sendiri mewakili sosok Surawisesa. Penempatan kedua batu itu
diatur sedemikian rupa sehingga kedudukan antara anak dengan ayah amat mudah
terlihat. Si anak ingin agar apa yang dipujikan tentang ayahnya dengan mudah
dapat diketahui (dibaca) orang; akan tetapi ia tidak berani berdiri sejajar
dengan si bapak. Demikianlah batutulis itu diletakkan agak kebelakang disamping
kiri lingga batu.
Surawisesa tidak menampilkan
namanya dalam prasasti. Ia hanya meletakkan dua buah batu didepan prasasti itu.
Satu berisi astatala ukiran jejak tangan dan satunya berisi padatala, ukiran
jejak kaki. Mungkin pemasangan batu tulis itu bertepatan dengan dengan
upacara srada yakni "penyempurnaan sukma" yang dilakukan
setelah 12 tahun seorang raja wafat. Dengan upacara itu sukma orang yang
meninggal dianggap telah lepas hubungannya dengan dunia materi.
Dengan kata lain, prasasti
batutulis merupakan bukti rasa hormat seorang anak terhadap ayahnya, dan
merupakan suatu hal yang perlu diteladani oleh generasi sekarang maupun yang
akan datang.
Sumber:
1. http://www.navigasi.net/goart.php?a=bubatlis
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Batutulis
4. http://artshangkala.wordpress.com/2009/05/07/prasasti-batu-tulis-bogor/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar